Tuesday, November 7, 2017

Irene's very first chocochips cookies

Well, setelah lama tak menulis apapun karena kesibukan menulis report internship….

Hari ini demi memenuhi janji share resep, akhirnya saya memutuskan untuk menuliskan resep uji coba chocolate cookies pertama saya :D

Berikut bahan-bahannya:
3/4 cup gula pasir
3/4 brown sugar
1 cup salted butter
1 sdt ekstrak vanila
2 butir telur (ukuran sedang)
2 1/4 cup tepung terigu (all purposed flour)
1 sdt baking soda
1 bungkus chocolate chips
1 cup peanut butter (optional)

Cara membuat:
  1. Preheat oven dengan suhu 190C
  2. Campurkan gula pasir, brown sugar, salted butter, ekstrak vanila dan telur dalam mangkuk besar
  3. Aduk sambil tambahkan tepung terigu, baking soda. Di tahap ini adonan akan sangat kaku dan sedikit susah untuk diaduk (jangan menyerah untuk mengaduk ya :p)
  4. Saat adonan sudah mulai tercampur rata, tambahkan chocpchips. Aduk adonan plus chocochip sampai rata.
  5. Ambil satu - dua sendok makan adonan dan bentuk menjadi bulat. Letakkan pada tray oven yang sudah dialasi dengan baking paper. Pastikan tiap adonan berjarak 2 inchi (5 cm) saat meletakkan bulatan adonan di atas tray.
  6. Panggang selama 8 - 10 menit. Setelah matang diamkan cookies di suhu ruang beberapa saat :D. Ketika baru keluar dari oven, cookies saya tidak begitu keras. Tetapi setelah didiamkan cookies ini jadi perfect, crunchy di luar tapi soft di bagian dalamnya. Jadi jangan kaget kalau cookies ini nantinya agak empuk saat keluar dari oven ya...cukup didiamkan aja.
Well, begini nih tampakan cookies pertama yang saya buat di Belanda :D


Ternyata membuat cookies tidak sesulit yang saya bayangkan, dan ini rasanya enak lhu.
Kalau masalah rasa, sudah diverifikasi sama temen-temen Londo saya di sini xixixixixi
Jadi silahkan dicoba ^_^



Thursday, October 26, 2017

Sebuah Kado untuk Ayah Bunda


PS: Sebenarnya ini sudah ditulis sejak bulan Agustus lalu. Saya tidak ingat kenapa tidak dipost, tapi pagi ini ketika saya lihat OneNote saya, saya ingin mem-postkannya ^_^

Gerimis membingkai langit Utrecht hari ini
Mendung masih mendominasi langit
Mentari masih enggan menampakkan senyum hangatnya
Hari yang spesial pada cuaca yang tidak begitu istimewa

Hari spesial?!?
Iya hari spesial, pada tanggal 17 Agustus, 72 tahun yang lalu negara Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dari segala bentuk kolonialisme negara manapun.

Saya..lalu apa yang saya lakukan?
Masih seperti tahun lalu, hari ini pun saya absen melaksanakan upacara memperingati kemerdekaan negara tercinta saya. Mengapa? Masih dengan alasan klise yang sama. Jika tahun lalu saya tidak bisa pergi karena kondisi tubuh saya, kalau tahun ini saya tidak bisa pergi karena saya harus masuk ke kantor tempat saya melakukan magang.
Sebenarnya bisa saja  bolos (toh supervisor saya sedang liburan)?
Tapi saya rasa bolos kantor itu tidak mencerminkan pribadi saya. Alasan lain adalah, saya ingin fokus menyelesaikan research saya di tempat internship ini. Karena saya juga ingat bahwa kesempatan saya studi di negara Belanda ini, saya peroleh dari negara saya juga.

Cukup dengan bingar kemerdekaan, yang ingin saya share adalah haru biru perasaan saya yang sangat merindukan keluarga saya.
Sudah 1,5 tahun saya tidak bertemu dengan keluarga saya (Ayah, Bunda dan kedua adek pethakilan yang saya cintai).
Saya amat sangat merindukan mereka.
Ada hal yang menambah perasaan haru biru dan kangen saya pada orang rumah.

Siang ini, jam makan siang di kantor . . .
Teman saya tanpa sebab musabab yang jelas mengatakan :

Your parents did a good job in raising you.

Saya tanya apa maksudnya, dan mereka menjelaskan kepada saya jika di mata mereka saya ini anak yang baik. Beragama dan punya faith katanya, pure, dan sangat tulus.
Bahkan teman saya juga mengatakan, dia pernah berdiskusi masalah ini dengan supervisor saya (yang dicatut namanya sedang liburan :D)
Menurut mereka saya special karena kombinasi dari kemampuan intelektual, kepercayaan, dan attitude yang saya miliki. Sebuah pembicaraan ringan yang mebuat saya sangat bersyukur atas semua yang saya miliki.

How should I pay your kindness to me God? Everything in my life is Yours. Use it to please You, dear Lord.

Lepas dari semua hal yang diucapkan pada saya, saya sangat berterima kasih kepada kedua orang tua saya yang selalu mendidik saya dengan nilai dan prinsip yang teguh.  Memberikan kebebasan namun ada batasannya. Memberikan kepercayaan sepenuhnya didukung komunikasi. Mendukung doa dan tetap mau berdiskusi apapun topik yang saya angkat.
Memiliki ayah dan bunda, bukan orang tua yang mudah untuk dihandle to be honest, membuat saya menjadi diri saya saat ini.
Mungkin saya belum bisa membahagiakan mereka karena masih belum bisa memenuhi harapan mereka untuk menikah dan memberikan cucu :D

Tapi setidaknya, saya ingin mendedikasikan praise teman-teman saya kepada kedua orang tua saya.


Terima kasih Ayah dan Bunda. Saya harap, masih ada banyak kesempatan untuk bisa membahagiakan dan membanggakan kalian. Both of you did good job ^_~

Thursday, August 10, 2017

What is the deal behind your virginity?

Hi Irene, I really like you. I mean it. However, I just curious, what is the deal behind your principle not having a sex before your marriage?

Menjadi seorang wanita Asia -yang katanya sweet and cute- pertanyaan di atas sudah puluhan kali saya dengar.
Banyak teman pria (read: non-Indonesia) mempertanyakan hal tersebut kepada saya. Bahkan sempat ada yang mengatakan:

If only, we have more similarities in how we look into a serious relationship (ya masih masalah sex before marriage), I will fall very deep in you. I mean it, I really think that you are a good woman. You know it right?

Karena kerapnya pertanyaan ini menghampiri hidup saya di sini (yang jujur belakangan ini mulai membuat saya mulai terganggu dan bosan), saya mulai berpikir dan menggoreskan alasan-alasan yang saya miliki untuk tidak melakukan sex before marriage.
  1. Agama saya melarang saya melakukan itu.
  2. Orang tua saya melarang saya melakukan itu.
  3.  Norma dan lingkungan saya di Indonesia melarang saya melakukan itu.
  4. Melakukan sex bukan dengan pasangan (termasuk sex before marriage) meningkatkan resiko terkena penyakit menular seksual.
  5. Saya punya perasaan yang tidak nyaman untuk melakukannya.

List di atas dibuat berdasarkan kekuatan alasan saya. Kenapa saya membuat list? Hal ini saya lakukan untuk mempermudah saya menjawab pertanyaan sebelumnya yang tetap menghampiri saya ketika saya berkenalan dan/atau hang out dengan teman baru (read: non-Indonesia guy).

Tapi ketika saya melihat lagi list jawaban saya di atas, otak ini bertanya sebenarnya apa alasan saya sebenarnya?
Menilik list nomor 1 s/d 3, semua adalah alasan normatif. Norma yang dibuat oleh orang lain. Yang sebenarnya sah-sah saja kalau mau dilanggar asal tidak ada yang tahu. Jika kita langgar tapi tidak ada yang tahu, sanksi sosial juga tidak akan mengikuti bukan? Dan bukan berarti, orang yang melakukan sex sebelum menikah itu orang yang jahat. Iya kan? Menurut saya itu adalah pilihan seseorang, dan kita tidak berhak menilai orang lain dengan standar nilai kita. Mungkin hal ini susah diterima oleh masyarakat umum di Indonesia. Tapi menurut saya pribadi nilai kita sebagai manusia tidak hanya ditentukan oleh batas keperawanan kita. Ini benar-benar pendapat pribadi dan jujur saya. 

So, my problem is still there. If so, why I still have the principal not having sex before marriage?

Alasan ke-4 adalah alasan paling scientific (karena studi saya juga berhubungan dengan kesehatan). Tapi kembali lagi, teman saya di sini mendebat saya dengan keberadaan alat kontrasepsi. 

You always can use condom you know? So, actually what is the deal Irene?

Pertanyaan ini kembali dipertanyakan, dan ketika saya memberikan jawaban terakhir saya yang menurut saya jawaban paling tidak masuk akal, mereka justru menerimanya dengan sangat baik.

Doing free sex before marriage is just not me. If I do that, I think I am not Irene anymore. I don’t feel comfortable to do that because I just want to do it with one person, my future husband. I want to make it special.

Dengan jawaban itu, mereka hanya memberi komentar, then you shouldn’t do it. Just do what you want to do.
Hal ini membuat saya sadar, jauh di lubuk hati saya yang paling dalam, saya memiliki prinisp dan nilai saya sendiri. Saya hanya perlu jujur pada diri sendiri dan mengikuti prinsip dan nilai yang saya punya untuk menjadi diri saya sendiri. Memilih jalan hidup ini adalah pilihan saya juga yang saya sadari ternyata berdasakan nilai yang sudah lama saya miliki. So, my number 5 reason become my first from now on. :D

Satu hal yang saya syukuri adalah, dengan pertanyaan yang sebenarnya sedikit menyebalkan buat saya, saya menemukan lagi siapa saya sebenarnya. Saya bangga menjadi diri saya sendiri dan tidak terintimidasi lagi dengan pertanyaan tersebut. Karena saya tahu justru dengan karakter dan nilai saya ini, saya berbeda dari wanita lain.

So ladies, adakah dari kalian yang mengalami hal serupa?

Jika iya, jadilah diri kalian sendiri. Jujurlah pada diri kalian sendiri. Walaupun kadang nilai diri kita sangat berbeda dengan lingkungan sekitar, selama kita menyadari core value kita, kita tidak akan hilang arah. Untuk benar-benar bisa mencari tahu siapa sebenarnya diri kita, kita sangat perlu untuk jujur pada diri sendiri dan tidak bersembunyi lagi di balik norma-norma yang membesarkan kita. I know it is hard, but to be honest it feels so good when I can pull that out.

Ini murni pendapat saya pribadi berdasarkan pengalaman hidup saya 😊

Feel free to share you thought with me.