Tuesday, November 7, 2017

Irene's very first chocochips cookies

Well, setelah lama tak menulis apapun karena kesibukan menulis report internship….

Hari ini demi memenuhi janji share resep, akhirnya saya memutuskan untuk menuliskan resep uji coba chocolate cookies pertama saya :D

Berikut bahan-bahannya:
3/4 cup gula pasir
3/4 brown sugar
1 cup salted butter
1 sdt ekstrak vanila
2 butir telur (ukuran sedang)
2 1/4 cup tepung terigu (all purposed flour)
1 sdt baking soda
1 bungkus chocolate chips
1 cup peanut butter (optional)

Cara membuat:
  1. Preheat oven dengan suhu 190C
  2. Campurkan gula pasir, brown sugar, salted butter, ekstrak vanila dan telur dalam mangkuk besar
  3. Aduk sambil tambahkan tepung terigu, baking soda. Di tahap ini adonan akan sangat kaku dan sedikit susah untuk diaduk (jangan menyerah untuk mengaduk ya :p)
  4. Saat adonan sudah mulai tercampur rata, tambahkan chocpchips. Aduk adonan plus chocochip sampai rata.
  5. Ambil satu - dua sendok makan adonan dan bentuk menjadi bulat. Letakkan pada tray oven yang sudah dialasi dengan baking paper. Pastikan tiap adonan berjarak 2 inchi (5 cm) saat meletakkan bulatan adonan di atas tray.
  6. Panggang selama 8 - 10 menit. Setelah matang diamkan cookies di suhu ruang beberapa saat :D. Ketika baru keluar dari oven, cookies saya tidak begitu keras. Tetapi setelah didiamkan cookies ini jadi perfect, crunchy di luar tapi soft di bagian dalamnya. Jadi jangan kaget kalau cookies ini nantinya agak empuk saat keluar dari oven ya...cukup didiamkan aja.
Well, begini nih tampakan cookies pertama yang saya buat di Belanda :D


Ternyata membuat cookies tidak sesulit yang saya bayangkan, dan ini rasanya enak lhu.
Kalau masalah rasa, sudah diverifikasi sama temen-temen Londo saya di sini xixixixixi
Jadi silahkan dicoba ^_^



Thursday, October 26, 2017

Sebuah Kado untuk Ayah Bunda


PS: Sebenarnya ini sudah ditulis sejak bulan Agustus lalu. Saya tidak ingat kenapa tidak dipost, tapi pagi ini ketika saya lihat OneNote saya, saya ingin mem-postkannya ^_^

Gerimis membingkai langit Utrecht hari ini
Mendung masih mendominasi langit
Mentari masih enggan menampakkan senyum hangatnya
Hari yang spesial pada cuaca yang tidak begitu istimewa

Hari spesial?!?
Iya hari spesial, pada tanggal 17 Agustus, 72 tahun yang lalu negara Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dari segala bentuk kolonialisme negara manapun.

Saya..lalu apa yang saya lakukan?
Masih seperti tahun lalu, hari ini pun saya absen melaksanakan upacara memperingati kemerdekaan negara tercinta saya. Mengapa? Masih dengan alasan klise yang sama. Jika tahun lalu saya tidak bisa pergi karena kondisi tubuh saya, kalau tahun ini saya tidak bisa pergi karena saya harus masuk ke kantor tempat saya melakukan magang.
Sebenarnya bisa saja  bolos (toh supervisor saya sedang liburan)?
Tapi saya rasa bolos kantor itu tidak mencerminkan pribadi saya. Alasan lain adalah, saya ingin fokus menyelesaikan research saya di tempat internship ini. Karena saya juga ingat bahwa kesempatan saya studi di negara Belanda ini, saya peroleh dari negara saya juga.

Cukup dengan bingar kemerdekaan, yang ingin saya share adalah haru biru perasaan saya yang sangat merindukan keluarga saya.
Sudah 1,5 tahun saya tidak bertemu dengan keluarga saya (Ayah, Bunda dan kedua adek pethakilan yang saya cintai).
Saya amat sangat merindukan mereka.
Ada hal yang menambah perasaan haru biru dan kangen saya pada orang rumah.

Siang ini, jam makan siang di kantor . . .
Teman saya tanpa sebab musabab yang jelas mengatakan :

Your parents did a good job in raising you.

Saya tanya apa maksudnya, dan mereka menjelaskan kepada saya jika di mata mereka saya ini anak yang baik. Beragama dan punya faith katanya, pure, dan sangat tulus.
Bahkan teman saya juga mengatakan, dia pernah berdiskusi masalah ini dengan supervisor saya (yang dicatut namanya sedang liburan :D)
Menurut mereka saya special karena kombinasi dari kemampuan intelektual, kepercayaan, dan attitude yang saya miliki. Sebuah pembicaraan ringan yang mebuat saya sangat bersyukur atas semua yang saya miliki.

How should I pay your kindness to me God? Everything in my life is Yours. Use it to please You, dear Lord.

Lepas dari semua hal yang diucapkan pada saya, saya sangat berterima kasih kepada kedua orang tua saya yang selalu mendidik saya dengan nilai dan prinsip yang teguh.  Memberikan kebebasan namun ada batasannya. Memberikan kepercayaan sepenuhnya didukung komunikasi. Mendukung doa dan tetap mau berdiskusi apapun topik yang saya angkat.
Memiliki ayah dan bunda, bukan orang tua yang mudah untuk dihandle to be honest, membuat saya menjadi diri saya saat ini.
Mungkin saya belum bisa membahagiakan mereka karena masih belum bisa memenuhi harapan mereka untuk menikah dan memberikan cucu :D

Tapi setidaknya, saya ingin mendedikasikan praise teman-teman saya kepada kedua orang tua saya.


Terima kasih Ayah dan Bunda. Saya harap, masih ada banyak kesempatan untuk bisa membahagiakan dan membanggakan kalian. Both of you did good job ^_~

Thursday, August 10, 2017

What is the deal behind your virginity?

Hi Irene, I really like you. I mean it. However, I just curious, what is the deal behind your principle not having a sex before your marriage?

Menjadi seorang wanita Asia -yang katanya sweet and cute- pertanyaan di atas sudah puluhan kali saya dengar.
Banyak teman pria (read: non-Indonesia) mempertanyakan hal tersebut kepada saya. Bahkan sempat ada yang mengatakan:

If only, we have more similarities in how we look into a serious relationship (ya masih masalah sex before marriage), I will fall very deep in you. I mean it, I really think that you are a good woman. You know it right?

Karena kerapnya pertanyaan ini menghampiri hidup saya di sini (yang jujur belakangan ini mulai membuat saya mulai terganggu dan bosan), saya mulai berpikir dan menggoreskan alasan-alasan yang saya miliki untuk tidak melakukan sex before marriage.
  1. Agama saya melarang saya melakukan itu.
  2. Orang tua saya melarang saya melakukan itu.
  3.  Norma dan lingkungan saya di Indonesia melarang saya melakukan itu.
  4. Melakukan sex bukan dengan pasangan (termasuk sex before marriage) meningkatkan resiko terkena penyakit menular seksual.
  5. Saya punya perasaan yang tidak nyaman untuk melakukannya.

List di atas dibuat berdasarkan kekuatan alasan saya. Kenapa saya membuat list? Hal ini saya lakukan untuk mempermudah saya menjawab pertanyaan sebelumnya yang tetap menghampiri saya ketika saya berkenalan dan/atau hang out dengan teman baru (read: non-Indonesia guy).

Tapi ketika saya melihat lagi list jawaban saya di atas, otak ini bertanya sebenarnya apa alasan saya sebenarnya?
Menilik list nomor 1 s/d 3, semua adalah alasan normatif. Norma yang dibuat oleh orang lain. Yang sebenarnya sah-sah saja kalau mau dilanggar asal tidak ada yang tahu. Jika kita langgar tapi tidak ada yang tahu, sanksi sosial juga tidak akan mengikuti bukan? Dan bukan berarti, orang yang melakukan sex sebelum menikah itu orang yang jahat. Iya kan? Menurut saya itu adalah pilihan seseorang, dan kita tidak berhak menilai orang lain dengan standar nilai kita. Mungkin hal ini susah diterima oleh masyarakat umum di Indonesia. Tapi menurut saya pribadi nilai kita sebagai manusia tidak hanya ditentukan oleh batas keperawanan kita. Ini benar-benar pendapat pribadi dan jujur saya. 

So, my problem is still there. If so, why I still have the principal not having sex before marriage?

Alasan ke-4 adalah alasan paling scientific (karena studi saya juga berhubungan dengan kesehatan). Tapi kembali lagi, teman saya di sini mendebat saya dengan keberadaan alat kontrasepsi. 

You always can use condom you know? So, actually what is the deal Irene?

Pertanyaan ini kembali dipertanyakan, dan ketika saya memberikan jawaban terakhir saya yang menurut saya jawaban paling tidak masuk akal, mereka justru menerimanya dengan sangat baik.

Doing free sex before marriage is just not me. If I do that, I think I am not Irene anymore. I don’t feel comfortable to do that because I just want to do it with one person, my future husband. I want to make it special.

Dengan jawaban itu, mereka hanya memberi komentar, then you shouldn’t do it. Just do what you want to do.
Hal ini membuat saya sadar, jauh di lubuk hati saya yang paling dalam, saya memiliki prinisp dan nilai saya sendiri. Saya hanya perlu jujur pada diri sendiri dan mengikuti prinsip dan nilai yang saya punya untuk menjadi diri saya sendiri. Memilih jalan hidup ini adalah pilihan saya juga yang saya sadari ternyata berdasakan nilai yang sudah lama saya miliki. So, my number 5 reason become my first from now on. :D

Satu hal yang saya syukuri adalah, dengan pertanyaan yang sebenarnya sedikit menyebalkan buat saya, saya menemukan lagi siapa saya sebenarnya. Saya bangga menjadi diri saya sendiri dan tidak terintimidasi lagi dengan pertanyaan tersebut. Karena saya tahu justru dengan karakter dan nilai saya ini, saya berbeda dari wanita lain.

So ladies, adakah dari kalian yang mengalami hal serupa?

Jika iya, jadilah diri kalian sendiri. Jujurlah pada diri kalian sendiri. Walaupun kadang nilai diri kita sangat berbeda dengan lingkungan sekitar, selama kita menyadari core value kita, kita tidak akan hilang arah. Untuk benar-benar bisa mencari tahu siapa sebenarnya diri kita, kita sangat perlu untuk jujur pada diri sendiri dan tidak bersembunyi lagi di balik norma-norma yang membesarkan kita. I know it is hard, but to be honest it feels so good when I can pull that out.

Ini murni pendapat saya pribadi berdasarkan pengalaman hidup saya 😊

Feel free to share you thought with me. 

Friday, November 25, 2016

Irene's Perspective: Pacaran Beda Agama

Saya terusik untuk sedikit menelurkan hasil perenungan saya hari ini. Uniknya perenungan ini terjadi ketika instrument penelitian saya dengan suksesnya “ngambek” lagi. Akhirnya saya “terpaksa” mengerjakan reportdan data yang sudah sampai ke tangan yang berwenang sejam yang lalu.
Perenungan saya dimulai ketika tidak sengaja saya membaca post Line mengenai "Pacaran Beda Agama." 
Well, sebagai seorang yang pernah mengalami hal ini (saya tidak bangga namun saya ingin berbagi dengan para wanita hebat di luar sana yang sedang mengalami hal serupa) saya menuliskan yang diproses oleh otak kecil saya.

Dalam kutipan yang saya baca disebutkan : Godly marriage needs 3 parts. It isn’t enough for two meet, they must be united in love by love’s creator, God above. A good man is not enough for godly marriage. 

Well, akhir dari pacaran adalah menikah bukan? Menurut kutipan di atas, pria yang baik saja tidak cukup ternyata untuk memiliki pernikahan yang bahagia dan menyenangkan Tuhan. Berkeluarga bukan hal yang sederhana menurut hemat saya. Bukankah bahtera rumah tangga tidak hanya mengenai hingar bingar perayaan pernikahan namun juga kehidupan setelahnya? Dan sudah sewajarnya jika dalam kehidupan selanjutnya akan ada banyak masalah dan prahara. Untuk dapat menghadapi berbagai permasalahan nantinya tidak cukup seorang istri atau suami saja, dibutuhkan kombinasi dari kedua belah pihak, dua peran berbeda yang saling melengkapi. Jika kedua peran ini memiliki pendekatan berbeda dalam menyikapi suatu masalah, maka kapan permasalahan tersebut akan selesai? Jadi, lebih baik kita tidak masuk ke dalam lingkaran pacaran beda agama.

Kalimat-kalimat ini memang sangat mudah ditulis namun tidak demikian untuk dilakoni. Bagi para lajang yang tengah gundah dalam hubungan serupa atau dalam masa "move on" pasca mengalami pacaran beda agama, saya bisa menjamin ini sangat sulit dilakukan. Apalagi jika kita merasa “He/she is  the one”, karena kita merasa bersamanya kita bisa menjadi lebih baik. Yakinlah, kalian tidak sendiri. Sayapun pernah (bahkan mungkin masih) mengalaminya. Tapi pernahkan juga kita berfikir, dia yang baik ini mungkin juga ujian keimanan bagi kita untuk naik kelas?

Banyak kebingungan, desakan dari lingkungan sekitar untuk segera mengakhiri masa lajang, susahnya melepaskan diri dari kenangan manis masa lalu memang adalah pil pahit yang harus kita telan setiap hari. Namun, jika boleh mengutip speech Michelle Obama, “your life experience, your sorrow and your pain are the things that drive you to be a better person." Hal-hal inilah yang menjadikan kita berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi bisa disimpulkan ini adalah bagian dari proses yang akan berlalu. Dan setelah berproses, pasti ada hasil. Saya pribadi meyakini dan mengimani, ada hasil dan buah yang manis untuk kita yang benar-benar tengah berjuang di jalan kesetiaan ini ^_^

Bagaimana untuk bisa melalui proses menyakitkan ini? Well, saya sendiri tidak yakin bagaimana caranya? Karena sampai saat ini saya juga sedang berusaha mengatasi proses saya serta mencari rencana Tuhan dalam hidup saya. Namun satu hal yang bisa tetap kita lakukan adalah jangan berhenti berharap akan rencana indahNya yang lebih besar dari rancangan manusia biasa ini. 
Sebagai contoh nyata: Saya memiliki teman baik, yang seperti saya, juga pacaran beda agama dengan seorang pria. Ketika akhirnya hubungan itu kandas, teman saya limbung dan depresi luar biasa. Saat itu kami berdua saling menguatkan dalam doa. Puji Tuhan, kini teman saya ini sudah menikah dengan seorang pria yang luar biasa dan tengah mengandung. Saya tahu pasti bagaimana sulit proses yang dia lalui. I am really proud of you Beb ^_^. Saat itulah, saya melihat lagi, Tuhan sering bekerja pada jalan yang tidak pernah kita duga. Untuk kasus saya pribadi, saya memang belum bisa benar-benar lepas dari masa lalu saya. Namun karena kebaikan dan kasih-Nya, Tuhan memberikan saya kesempatan untuk bisa melanjutkan study saya di Belanda saat ini.
Well, jika dipikir-pikir, Tuhan memang hebat bukan? Dan adalah hal yang benar untuk tidak meninggalkan dia yang sudah mengasihi kita sejak dahulu kala hanya untuk seorang pria/wanita dari sudut pandang saya.
Saya harap saya tidak menyinggung siapapun dan justru menguatkan untuk para lajang yang mengalami hal serupa. 


Irene, Utrecht, NL, one month before Christmas.

Monday, September 5, 2016

From Cycling to a Reflection ^_^

Hari senin :) , hari pertama bekerja/belajar dalam satu minggu. Hari yang kadang gue artikan sebagai Monster Day (MONDAY) karena hari itu memaksa gue untuk beranjak dari nikmat dan santainya weekend untuk kembali ke rutinitas pekerjaan.
Namun senin ini sedikit berbeda dari senin-senin sebelumnya. Hari senin ini merupakan hari pertama sekolah bagi mayoritas pelajar di Belanda (mungkin juga demikian untuk pelajar di belahan dunia lain). Hari senin ini, jalanan yang biasa gue lewatin lebih padat daripada biasanya, banyak pelajar yang menunggu bus di halte bus kampus, dan gedung tempat gue selama ini duduk berlama-lama di depan monitor dan magang terasa lebih ramai daripada biasanya. Senin pagi ini pun berhasil menggelitik minat gue untuk coret-coret ringan di blog ini.
Pagi ini, ketika gue berangkat ke kampus dengan si sepeda belahan jiwa, yang dipinjamkan oleh seorang warga negara Indonesia baik hati di Utrecht, ada beberapa anak kecil yang mungkin usianya 6 tahunan sedang naik sepeda di depan gue. Rasa-rasanya bocah-bocah imut ini adalah anak-anak yang akan masuk sekolah pertama kali dalam hidup mereka sebab mereka membawa tas punggung dan bersama dengan orang tuanya. Hal yang sangat aneh dan menyentuh dari kaca mata ague (yang minusnya ga perlu dipertanyakan lagi). Anak-anak kecil di sini berangkat sekolah naik sepeda sendiri walau masih belum lancar. Orang tua mereka mendampingi dari atas sepeda mereka masing-masing, memberi arahan bagaimana tata tertib bersepeda yang baik. Bahkan ketika ada satu anak lelaki yang oleng dan hampir jatuh, bapak si anak hanya menyemangati dan membiarkan anaknya untuk mengatasi persoalannya sendiri.
Gue heran, kenapa hal simple ini mengusik pagi gue? I think, the simple answer is this morning gives me another lesson. Pelajaran bagaimana kita harus mengajari anak kita ke depannya untuk mandiri, bisa mengatasi masalah dan tidak manja. Gue pikir sih, mungkin orang tua di Belanda bisa aja nganterin anaknya ke sekolah pakai mobil, tapi mereka memilih mendidik anaknya demikian. Mereka memilih untuk mengajarkan kemandirian sejak dini kepada anak-anaknya. Bukan maksud menyindir, tapi ketika saya bandingkan dengan Jakarta, jalanan besar bisa sangat mampet dengan mobil yang mengantar anak-anak sekolah di hari pertama tahun ajaran baru.
Pikiran ini berhasil membawa gue kembali ke waktu seleksi beasiswa dulu. Ada sebuah pertanyaan, “Kenapa memilih sekolah di Belanda, negara yang pernah menyengsarakan kita?” dan jawaban saya saat itu adalah “Saya tidak bisa memungkiri sejarah tersebut Pak, sama seperti saya tidak bisa memungkiri bahwa penelitian di Belanda lebih maju daripada di Indonesia saat ini. Saya berharap saya bisa belajar banyak dari negeri kincir angin ini untuk dapat dibawa kembali ke Indonesia.” Pertanyaan ini dilanjutkan dengan “Apakah kamu tidak sakit hati dengan perlakukan mereka dengan negeri kita?” Seingat saya jawaban waktu itu adalah, “Saya tidak akan pernah lupa dengan sejarah tapi saya ingin mencoba untuk memaafkan, karena jika kita menyimpan kebencian kita hanya menghambat perkembangan diri kita sendiri.”
Gue rasa, jawaban gue itu ada benernya. Karena sekarang gue belajar satu hal lagi dari negeri ini. Gue menyimpan asa semuga harapan gue itu akan terwujud sampai waktunya gue lulus dari sini nanti. Gue juga berharap hal yang sama untuk semua pelajar Indonesia yang sedang berjuang di seluruh belahan dunia manapun.


Selamat menempuh Tahun Ajaran Baru…SEMANGATTT :D

Wednesday, August 17, 2016

This 17 for (Merely) Special 71

Saya, mahasiswi berusia 27 tahun ini adalah WNI.
Dengan bangga (yang saya sendiri tidak bisa mengukur kadarnya, just in case someone want to ask that question) saya menyatakan bahwa saya adalah orang Indonesia (yang sedang berada di luar negeri, Belanda tepatnya).
17 Agustus tahun ini adalah 17 Agustus yang biasa (tetap tidak bisa mengikuti upacara) namun tidak biasa karena saya sedang tidak berada di Indonesia.
Tahun ini, 2016, Negara Indonesia merayakan kemerdekaanya yang ke 71.
Angka yang ternyata adalah kebalikan dari tanggal kemerdekaanya sendiri. It is really a nice fact, isn't it?
Lalu mengapa saya menulis di sini? Tidak ada alasan khusus sebenarnya. Saya hanya ingin menumpahkan bagaimana saya memaknai perayaan kemerdekaan itu sendiri.

Sebenarnya saya sangat ingin untuk mengikuti upacara 17an di embassy Indonesia negara Belanda yang berlokasi di Den Haag. Namun apa daya, ketika mau berangkat dari Utrecht ke Den Haag badan saya menolak (read: sangat lelah dan mimisan lagi).
Mengingat besuk saya masih harus ke kampus dan melanjutkan aktivitas saya di lab, maka saya memutuskan untuk tidak jadi berangkat ke Den Haag hari ini.
Sedih sebenarnya, namun setelah saya refleksikan lagi kejadian ini dan mengaitkannya dengan bagaimana saya memaknai kemerdekaan, ini adalah bentuk kecintaan saya juga kepada Indonesia. Karena saya bisa menuntut ilmu di sini dengan biaya dari Pemerintah Indonesia, maka saya memutuskan untuk memprioritaskan study saya daripada memaksakan diri ke Den Haag hari ini.
Entah bagaimana orang memaknainya namun untuk saya ini adalah bentuk tanggung jawab dan kecintaan saya kepada negeri saya ^_^
Dan saya yakin, banyak mahasiswa atau WNI yang bekerja di luar negeri pun mengalami hal yang sama. Bukan untuk pembenaran bahwa kami tidak memiliki rasa nasionalisme namun justru karena rasa nasionalisme kami menempatkan skala prioritas di hidup kami.

Seperti layaknya orang berulang tahun, maka sayapun ingin mengucapkan selamat kepada Indonesia yang sedang merayakan hari jadinya yang ke-71. Saya berdoa dan berharap agar negeri tercinta saya ini semakin maju, pembangunan makin merata (tidak hanya terpusat di Pulau Jawa), pendidikan dan fasilitas kesehatan dapat menyentuh setiap lapisan masyarakat, dan saya berdoa agar siapapun yang tengah memangku jabatan strategis di Indonesia diberikan terang kebijaksanaan agar dapat memutar roda pemerintahan dengan memgutamakan kepentingan publik.
Dan Indonesia, tunggulah kami para putra dan putrimu (yang tengah berjuang menjadi putra-putri terbaikmu) untuk kembali ke pangkuanmu.

Saya (dan mungkin mahasiswa Indonesia lain) berharap kami dapat berkontribusi selepas menyelesaikan study kami, so Indonesia please be nice to us. Walaupun  banyak hal yang mungkin dari sudut pandang kami masih belum tertata dengan baik dan kadang membuat kami frustasi dari jauh, kami terus memupuk harapan kami supaya Engkau dan kami bisa bersinergi bersama membawa sesuatu yang lebih baik.

Once again, Happy Independence Day Indonesia !!!!!!

-Coretan seorang mahasiswi Belanda-


Monday, November 23, 2015

Pengalaman Berburu Beasiswa LPDP

Setelah sekian lama tidak coret-coret, maka saya membulatkan niat untuk sedikit berceloteh dan menggenapi janji saya pada beberapa kawan untuk menuliskan langkah-langkah yang saya lakukan untuk mendapatkan beasiswa LPDP.
Well, Puji Tuhan, saya diterima sebagai awardee LPDP, PK-45 dan akan melanjutkan studi saya Februari 2016 ke Belanda dengan seizin Tuhan tentu saja ^_^
Banyak beasiswa ke Belanda, tapi kenapa saya ambil LPDP? Simple answer is because some of my friends get it. Yang artinya oh, bisa untuk dicoba. Dan komponen pendanaannya cukup menggiurkan. Apa saja sih, yang dicover oleh beasiswa LPDP itu?
The answer are application fee, visa &/ residence permit fee, tuition fee at cost, living allowance (yang bilangannya sangat cukup untuk hidup), tiket pesawat pulang pergi (1 kali pp), settlement allowance, family allowance untuk yang sudah berkeluarga, asuransi kesehatan, dan masih ada beberapa komponen biaya akademik lain. So, yang berminat lanjut sekolah lagi, mari mari kita sekolah lagi untuk memberikan sumbangsih pada negeri.
Untuk fasilitas yang demikian, tesnya susah ga sih?
Well untuk pertanyaan ini, semuanya tergantung pada seberapa besar niat anda. Menurut pendapat saya pribadi, bukan susah yang tidak bisa dilakukan namun perlu kesabaran dan ketekunan untuk melakoninya. Nah berikut adalah tahapan yang saya jalani untuk mendapatkan beasiswa LPDP. Saya ikut seleksi di periode 3 tahun 2015 ini.

1.     Seleksi Administratif
Prinsipnya seleksi administratif adalah mengupload semua dokumen yang dipersyaratkan ke sistem LPDP. Dokumen yang diupload tersebut adalah :
·         Ijazah dan transkrip nilai terakhir à untuk yang memiliki pendidikan dengan jenjang profesi seperti saya yang apoteker, kemarin saya upload ijazah dan transkrip S1 dan profesi saya J. Saya tidak mau rugi karena nilai profesi saya lebih bagus daripada nilai S1 saya :D
·         Rencana Studi
·         Sertifikat Bahasa Asing, bisa IELTS, Toefl ibt, TOEFL atau sertifikat Bahasa asing lain sesuai negara tujuan studi
·         Surat Izin Belajar dari atasan/instansi bagi yang sudah bekerja *)
·         Surat rekomendasi *)
·         LoA conditional/unconditional
·         KTP
·         Surat Keterangan Sehat dari RS Pemerintah. Untuk studi ke Eropa harus ditambah surat keterangan bebas TB.
·         Esai “Kontribusiku Bagi Indonesia” dan “Sukses Terbesar dalam Hidupku”
·         Surat pernyataan dari LPDP *)
·         SKCK à khusus SKCK ini tidak diupload namun akan diverifikasi saat seleksi substantif. Kemarin saya sempat bingung, saya harus buat SKCK di tingkat mana? Ternyata cukup menggunakan SKCK dari Polsek saja sudah bisa. Jadi tidak perlu terlalu kerepotan mengurusnya.

Dokumen yang bertanda *) itu sudah ada format dari LPDP. Jadi diikutin saja formatnya. Jangan buat format sendiri lhu ya ^_^
Bagi teman-teman yang ingin tahu esainya seperti apa, saya tidak keberatan untuk share esai saya kemarin. Teman-teman bisa kontak saya di ireneanindya@gmail.com

2.     Seleksi Substantif
Setelah dinyatakan lolos seleksi administrasi, selanjutnya peserta akan dihadapkan pada tahapan seleksi substantif. Biasanya untuk tahapan ini, waktu yang dialokasikan adalah 3 hari di setiap venue. Namun jadwal tiap peserta bisa berbeda. Kasus saya kemarin, saya dapat jadwal untuk satu hari full, dari pagi sampai sore. Jadi untuk yang bekerja, siapkan jatah cuti jauh-jauh hari ya J
Tahapan seleksi substantif ada 4 macam yaitu:

Verifikasi dokumen
à Pada tahap ini, semua dokumen asli yang diupload di sistem untuk seleksi administrative akan diverifikasi kelengkapannya.

LGD
à LGD merupakan kependekan dari Leaderless Group Discussion. Ini adalah kali pertama saya mengikuti LGD. Bentuk LGD ini adalah forum diskusi dari 10 – 15 orang. itKita akan diberi satu topik untuk didiskusikan. Akan ada 1 moderator dan notulen yang ditentukan oleh masing-masing kelompok. Intinya adalah dalam LGD ini semua anggota memberikan pendapatnya dan tidak perlu mendominasi. Jangan merendahkan atau menyalahkan pendapat orang lain, karena tujuannya adalah kita menggali ide dan mencari solusi terbaik untuk semuanya. Saya sendiri ketika pertama kali memperkenalkan diri, saya sangat grogi dan itu terdengar jelas dari suara saya yang bergetar. Namun pada akhirnya, saya bisa mengendalikan diri saya dan menyampaikan pendapat saya dengan lebih tenang dan percaya diri.

Esai on the spot
à Seleksi ini baru ada pertama kali di periode saya. Singkatnya adalah kita akan disodori dua buah tema untuk dipilih dan dibuat sebuah esai. Seingat saya, tidak ada batasan untuk jumlah kata dalam esai ini. Namun saya memakai pedoman 500 – 700 kata (sama dengan ketentuan esai lain dari LPDP). Menurut saya, yang paling penting adalah jangan grogi. Kenapa? Karena saya mengalami grogi dan tangan saya sangat sukar saya kendalikan saat menulis. Ini sangat menyulitkan karena waktunya hanya 30 menit seingat saya. Maka berlatihlah menulis dengan cepat dan terbaca. Karena kalau tidak bisa dibaca, LPDP tidak akan mengoreksinya.

Wawancara
à Eing ing eng. Ini adalah seleksi yang paling berat menurut pendapat saya. Sebelum tes saya sempat browsing, ngepoin blog orang lain yang sudah pernah mengalaminya. Dan tetap saja, rasanya berbeda dari apa yang saya bayangkan. Well, team interviewer ini terdiri dari 3 orang. Satu dari pihak LPDP, satu seorang psikolog dan satu lagi adalah professor atau praktisi sesuai dengan bidang keilmuan anda.
Ketika wawancara ini, ada seorang peserta di meja lain yang sampai  menangis juga. Entah ditanya apa. Ini sempat membuat saya takut juga sih. Tapi setelah menjabat tangan para interviewer  dengan cukup percaya diri dan duduk saya terkejut dengan pertanyaannya.
I       : Well, firstly please tell me about you. What is your name, your educational background, your GPA and little bit about your family?
Me   : (Wow, pake Bahasa Inggris nih interviewnya? Mampus gue. Itu batin saya berkata demikian. Tapi saya sih tetep senyum2 manis ke depan interviewer). Setelah Tarik nafas, saya mencoba menjawab semuanya dengan cukup lancar. Dan entah mengapa, wawancara saya berjalan 2/3nya menggunakan Bahasa Inggris. Karena dua interviewer menggunakan Bahasa Inggris dan hanya satu interview yang bertanya tentang teknis keilmuan saya yang menggunakan Bahasa Indonesia.
Menurut saya, yang penting saat wawancara adalah Be your self! Tidak perlu menutupi sesuatu, berkata jujur itu lebih penting. Ingat kita tidak berkompetisi  dengan orang lain kuk. Kita justru berkompetisi dengan diri sendiri. Trying to become the best of you J
Berikut saya share sedikit pertanyaan yang saya ingat. Pertanyaan di bawah ini kebanyakan ditanyakan dalam Bahasa Inggris. Setelah saya pikir ulang, pertanyaan saya kuk mayoritas serius ya…hohhohohoho
§ Ceritakan diri anda, kuliah dan keluarga anda?
§ Bagaimana anda ingin berkontribusi untuk Indonesia dengan jurusan yang anda pilih?
§ Kenapa harus studi ke luar negeri untuk jurusan ini?
§ Anda tahu bahwa Belanda pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun dan sekarang anda ingin kuliah di sana. Bagaimana anda memandang hal ini?
§ Jika nanti bertemu jodoh di sana dan kebetulan bukan WNI, bagaimana sika anda?
§ Apa tujuan hidup anda?

3.     PK
After pass the second step (Seleksi Substantif), nama kita berubah menjadi awardee (atau calon). Karena katanya kita bener2 bisa menjadi awardee setelah kita mengikuti rangkaian kegiatan PK (Persiapan Keberagkatan). Kegiatan PK berlangsung 6 hari di salah satu lokasi berikut:  Wisma Hijau Depok atau Hotel UIN Jogja.
Ehm gimana ya dengan PK ini, yang jelas PK itu bener-bener deh. Menguras tenaga, semangat, air mata sampai baper2an setelah menjalani PK. Harus siapkan tenaga dan semangat yang luar biasa. Mulai dari Pra PK sampai dengan nantinya pasca PK.
Satu kata dari Iren untuk PK adalah : PK adalah momen yang ingin saya kenang selamanya, namun tidak ingin saya ulang kembali :D
Hohoho…..

Saya tidak akan berbicara banyak tentang PK, teman-teman bisa baca blog PK angkatan Iren (PK-45 yang namanya Gelora Nusantara) di : http://www.geloranusantara.com/