Friday, November 25, 2016

Irene's Perspective: Pacaran Beda Agama

Saya terusik untuk sedikit menelurkan hasil perenungan saya hari ini. Uniknya perenungan ini terjadi ketika instrument penelitian saya dengan suksesnya “ngambek” lagi. Akhirnya saya “terpaksa” mengerjakan reportdan data yang sudah sampai ke tangan yang berwenang sejam yang lalu.
Perenungan saya dimulai ketika tidak sengaja saya membaca post Line mengenai "Pacaran Beda Agama." 
Well, sebagai seorang yang pernah mengalami hal ini (saya tidak bangga namun saya ingin berbagi dengan para wanita hebat di luar sana yang sedang mengalami hal serupa) saya menuliskan yang diproses oleh otak kecil saya.

Dalam kutipan yang saya baca disebutkan : Godly marriage needs 3 parts. It isn’t enough for two meet, they must be united in love by love’s creator, God above. A good man is not enough for godly marriage. 

Well, akhir dari pacaran adalah menikah bukan? Menurut kutipan di atas, pria yang baik saja tidak cukup ternyata untuk memiliki pernikahan yang bahagia dan menyenangkan Tuhan. Berkeluarga bukan hal yang sederhana menurut hemat saya. Bukankah bahtera rumah tangga tidak hanya mengenai hingar bingar perayaan pernikahan namun juga kehidupan setelahnya? Dan sudah sewajarnya jika dalam kehidupan selanjutnya akan ada banyak masalah dan prahara. Untuk dapat menghadapi berbagai permasalahan nantinya tidak cukup seorang istri atau suami saja, dibutuhkan kombinasi dari kedua belah pihak, dua peran berbeda yang saling melengkapi. Jika kedua peran ini memiliki pendekatan berbeda dalam menyikapi suatu masalah, maka kapan permasalahan tersebut akan selesai? Jadi, lebih baik kita tidak masuk ke dalam lingkaran pacaran beda agama.

Kalimat-kalimat ini memang sangat mudah ditulis namun tidak demikian untuk dilakoni. Bagi para lajang yang tengah gundah dalam hubungan serupa atau dalam masa "move on" pasca mengalami pacaran beda agama, saya bisa menjamin ini sangat sulit dilakukan. Apalagi jika kita merasa “He/she is  the one”, karena kita merasa bersamanya kita bisa menjadi lebih baik. Yakinlah, kalian tidak sendiri. Sayapun pernah (bahkan mungkin masih) mengalaminya. Tapi pernahkan juga kita berfikir, dia yang baik ini mungkin juga ujian keimanan bagi kita untuk naik kelas?

Banyak kebingungan, desakan dari lingkungan sekitar untuk segera mengakhiri masa lajang, susahnya melepaskan diri dari kenangan manis masa lalu memang adalah pil pahit yang harus kita telan setiap hari. Namun, jika boleh mengutip speech Michelle Obama, “your life experience, your sorrow and your pain are the things that drive you to be a better person." Hal-hal inilah yang menjadikan kita berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi bisa disimpulkan ini adalah bagian dari proses yang akan berlalu. Dan setelah berproses, pasti ada hasil. Saya pribadi meyakini dan mengimani, ada hasil dan buah yang manis untuk kita yang benar-benar tengah berjuang di jalan kesetiaan ini ^_^

Bagaimana untuk bisa melalui proses menyakitkan ini? Well, saya sendiri tidak yakin bagaimana caranya? Karena sampai saat ini saya juga sedang berusaha mengatasi proses saya serta mencari rencana Tuhan dalam hidup saya. Namun satu hal yang bisa tetap kita lakukan adalah jangan berhenti berharap akan rencana indahNya yang lebih besar dari rancangan manusia biasa ini. 
Sebagai contoh nyata: Saya memiliki teman baik, yang seperti saya, juga pacaran beda agama dengan seorang pria. Ketika akhirnya hubungan itu kandas, teman saya limbung dan depresi luar biasa. Saat itu kami berdua saling menguatkan dalam doa. Puji Tuhan, kini teman saya ini sudah menikah dengan seorang pria yang luar biasa dan tengah mengandung. Saya tahu pasti bagaimana sulit proses yang dia lalui. I am really proud of you Beb ^_^. Saat itulah, saya melihat lagi, Tuhan sering bekerja pada jalan yang tidak pernah kita duga. Untuk kasus saya pribadi, saya memang belum bisa benar-benar lepas dari masa lalu saya. Namun karena kebaikan dan kasih-Nya, Tuhan memberikan saya kesempatan untuk bisa melanjutkan study saya di Belanda saat ini.
Well, jika dipikir-pikir, Tuhan memang hebat bukan? Dan adalah hal yang benar untuk tidak meninggalkan dia yang sudah mengasihi kita sejak dahulu kala hanya untuk seorang pria/wanita dari sudut pandang saya.
Saya harap saya tidak menyinggung siapapun dan justru menguatkan untuk para lajang yang mengalami hal serupa. 


Irene, Utrecht, NL, one month before Christmas.